Sudah cukup lama saya tidak pelesiran, dengan beberapa sahabat yang selama ini suka melakukan perjalanan dadakan dengan petualangan yang menyenangkan. Belakangan saya mulai aktif ikut memiliki account Instagram (IG), dan mulai sibuk sendiri dan tidak berkumpul lagi dengan sahabat, ditambah lagi suatu ketika saya menemukan teman baru di IG melalui hesteg #fotoindonesia. Gallery photo teman saya tersebut banyak menampilkan photo-photo Ibu-ibu naik sampan dengan barang dagangan di sebuah pasar terapung di Banjarmasin. Entah kenapa saya tidak bisa menahan keinginan sangat besar untuk pergi kesana. Pokoknya saya harus kesana karena ingin memotret langsung kehebohan suasana pasar seperti yang saya lihat di photo teman saya itu. Akhirnya beberapa bulan kemudian, datanglah waktu yang sesuai untuk bepergian, saya baru menyelesaikan tugas pada sebuah projek besar dan cukup menguras tenaga dan pikiran, keinginan saya cuma satu... Mau kabuuur yang jauuuuuh sendirian ditempat yang sama sekali asing! Tadinya sempat batal, namun berkat bantuan dan dorongan dari Kak Budhi maka saya akhirnya jadi berangkat. Saya dititipkan ke kakaknya sesampainya di Banjar, nomor driver sudah ditangan. Beres! Pagi itu terbanglah saya ke Banjarmasin, mendarat jam 9 pagi dan menghabiskan waktu sampai siang di Bandara karena mata saya masih mengantuk berat akibat berangkat subuh dari rumah. Sambil menikmati secangkir kopi saya mulai mengatur ulang rencana perjalanan 3 hari kedepan, pokoknya jangan sampai bosan. Siang ini rencananya mau mengitari kota Banjar, menurut Kak B ada banyak rumah-rumah peninggalan jaman Belanda yang dilestarikan oleh Pemerintah Banjar, penduduknya boleh meninggali rumah tersebut namun tidak boleh dirubah ataupun dirombak semena-mena, karena rumah-rumah tersebut dilestarikan. Dan rencana besok pagi adalah bangun subuh untuk pergi ke Lok Baintan Floating Market, yay nggak sabar! Oh iya, tadi sudah telponan sama kakaknya Kak B, dan saya dititipkan ke Mas Heri namanya, katanya biar bisa jalan-jalan puas hehehe... habis ini bisa dilihat hasil "jepretan" saya sehabis jalan-jalan mengitari kota Banjar. Dan tidak salah lagi, banyak sekali rumah peninggalan Belanda yang masih sangat terawat, dan masih ada penghuninya. Ada yang berdiri tahun 1920an dst. Mulai dari jaman Islam sampai Belanda tepatnya. Kotanya menyenangkan dan banyak terdapat Mesjid dan Surau dimana-mana. Sore hari anak laki-laki naik sepeda dengan mengenakan kopiah serta sarung menuju ke Mesjid menjawab panggilan adzan. Suasana ini mengingatkan akan tempat asal dan masa kecil saya (Sumatera Barat) yang sangat kental dengan nuansa ini, rasanya seperti pulang kampung. Sangat terasa Islam adalah mayoritas di Banjar, dan tentunya kalau mau plesiran kesini musti diingat juga untuk menyesuaikan cara berpakaian karena hampir seluruh perempuannya mengenakan jilbab, sesuatu yang tidak asing sama sekali bagi saya, saya merasa aman dan nyaman disini. Lok Baintan Floating Market Jam 3 pagi saya sudah terbangun karena ditelepon oleh Pak Rusdi yang punya Klotok (nomor beliau 05117503963) yang akan membawa saya ke Lok Baintan, ternyata Mas Heri dan driver yang telah saya hubungi dari Pak Isur juga sudah sampai di Hotel! ngantuuuuuuuuk, tapi excited membayangkan sampan-sampan yang dikendalikan oleh Ibu-ibu serta jualannya. Sesampainya saya di kapal, saya bisa merasakan hawa dingin dan deg-degan melihat langit yang berwarna merah, bisa dibayangkan sunrise pagi ini pasti luar biasa. Pagi yang menghipnotis! pantulan warna langit yang merah tergambar jelas disepanjang sungai yang saya lalui, kiri-kanan para penduduk sudah sibuk, ada yang mandi dan juga berlarian menuju mesjid, dan satu-dua sampan sudah berlalu lalang memulai aktivitas hari ini. Kalau kalian sukaPhotography, moment ini adalah moment yang ditunggu dan dicari-cari, sempurna! Sampailah saya di Lok Baintan disambut dengan hiruk pikuknya sampan-sampan dan Ibu-ibu yang sedang melakukan tawar menawar dan disaksikan oleh sinar lembut matahari pagi yang mulai menampakkan diri. BAGUS Bangeeeeeeeeet!, saya sampai kalap memotret tidak beraturan, dan ternyata disana ada jembatan penyeberangan yang selama ini digunakan juga oleh para turis dan para moment catcher. Saya minta diturunkan dan lari ke jembatan karena tidak mau kehilangan moment sedikitpun. Sampan-sampan sederhana, dengan Ibu-ibu yang mengenakan selendang penutup kepala serta sarung, persis seperti nenek saya berpakaian ketika beliau masih hidup. Sekali lagi, saya merasa seperti pulang kampung, budayanya serta orang-orangnya banyak persamaannya. Setelah puas menyaksikan kegiatan pagi itu di Lok Baintan, saya kembali naik ke kapal dan tidak lupa "jajan" makanan dari sampan yang lewat. Pagi ini saya, Pak Rusdi dan Mas Heri sarapan dengan diam karena makanannya sungguh seenak penampakannya. Ok, pagi ini saya sudah memiliki 1000 photo karena kalap hehehe... Pagi ini Mas Heri mengajak saya makan nasi bebek, tapi karena nggak terlalu suka bebek saya pesan ikan, namun tidak terlalu nafsu karena masih kenyang, tapi habis itu saya menemukan tape ijo kesukaan saya, tapi saya diingatkan jangan makan terlalu banyak, bisa-bisa mabok kata Mas Heri... hmm.. penasaran, tapi nggak lucu ya mabok kepagian eheheh, saya beli untuk dibawa jalan. Nah, sekarang saya kehilangan akal, karena tidak tahu mau kemana lagi, sementara hari masih pagi. Setelah berdiskusi panjang lebar akhirnya keluarlah nama satu tempat "Danau Panggang" di daerah Amuntai, katanya disana ada seorang Pak Haji yang memelihara Kerbau diatas rawa, ini dia yang saya cari, mendengar nama tempatnya saja sudah membuat saya tidak sabar untuk segera sampai. Mencari Danau Panggang Perjalanan menuju Danau Panggang menghabiskan sekitar 4-5 jam, tapi saya baru sampai sore, karena tidak semua langsung tahu mengenai tempat ini. Sesampainya di Danau Panggang, saya langsung diarahkan ke seorang Bapak untuk menyewa speed boat beliau, proses tawar menawar berlangsung cepat dan langsung deal. Yang saya ingat sore itu begitu cerah, matahari sudah mulai siap-siap pindah kebelahan dunia lain, saya langsung terbius akan suasana sore itu. Disepanjang perjalanan saya tidak bisa menahan diri, saya tidak henti-hentinya mengabadikan moment ini melalui kamera SLR yang saya bawa serta semua device yang masih ada baterai-nya. Mas Heri yang ikut menemani saya hanya bisa diam dan bingung kali ya dengan kelakuan aneh saya ini. Setelah perjalanan yang cukup panjang, kami memasuki sebuah desa dimana sore itu anak-anak kecil sedang bermaian bola disebuah lapangan, mereka menyambut kami antusias sekali, mereka berlari beriringan dengan sejalannya boat saya pelan-pelan sambil saya juga memotret mereka. ahhh, saya teringat sebuah iklah tapi lupa iklan apa, namun anak-anak yang berlarian ini seperti pemberian gratis dari alam menjadi model gratis menyerahkan diri untuk diphoto heheheh.... Tidak lama kemudian... kekecewaan melanda karena jalan menuju ke lokasi Kerbau Rawa ditutup, sedang ada pembagunan sebuah jembatan dan sayapun gagal mendapatkan photo Kerbau Rawa... kecewa sih, tapi entah kenapa alam Kalimantan sore itu sungguh mempesona sehingga saya tidak terlalu berkecil hati akan hal ini. Kami kembali kejalan semula, kembali bertemu anak-anak yang tadi.. setelah mengobrol sambil teriak-teriak dan mengucapkan perpisahan suara mereka hilang ditelan angin karena saya pun semakin menjauh. Ditengah jalan kembali, saya minta ke Bapak pembawa boat untuk mampir disebuah lapangan disebelah kiri kami, pelan-pelan boat kami berbelok dan saya menemukan lapangan hijau terbentang luas, dan ada segerombol kerbau rawa liar yang sedang berendam dan mencari makan. Saya melompat kegirangan dan turun dari boat mencoba mendekati kerbau-kerbau tersebut, gerakan saya yang berisik ini membuat mereka jadi kabur, alhasil hanya bisa memotret dari kejauhan .... Hari sudah mulai menjelang malam, kami kemudian meninggalkan tempat itu. Sesampainya di dermaga, saya disambut oleh sore yang sangat indah, warna langit merah menyala. "Menurut kepercayaan kalau langit sedang berwarna seperti sekarang ini, katanya ada sebuah keluarga yang sedang menyebar racun ke udara, dan kita semua dilarang keluar rumah, entah benar atau tidak, tapi sore itu sungguh magis pemandangannya." Satu hal tentang Kalimantan, dimana konon kabarnya siapapun yang menginjak daerah Kalimantan harus berhati-hati. Kenapa berhati-hati? banyak sekali persepsi dan alasannya yang saya dengar dari beberapa orang dan teman-teman saya tentang magic. Tapi dari pengalaman saya pribadi yang bisa saya share adalah, ketika kita menginjakkan kaki dimanapun? kali ini Kalimantan khususnya ya, mungkin perlu permisi dulu. Khususnya perjalanan saya kali ini, selesai dari mengabadikan sunset diseputar Danau Panggang, saya tersesat dan hanya berputar-putar di area yang sama selama dua jam untuk mencari jalan raya menuju Banjar.Padahal Pak Isur dan Mas Heri adalah orang kalimantan asli, saya sadar ada yang salah, karena setiap kali Mas Heri turun dari kendaraan menanyakan petunjuk, baru menginjak gas Pak Isur sudah harus berhenti lagi setelah mengikuti arahan dari Mas Heri. Sampai di satu moment kami berada ditempat yang kiri kanannya sawah, dan didepan saya ada dua pohon raksasa yang daunnya bertautan, yang ada di kepala saya, kalau saja ini siang hari, pasti saya turun dan berfoto diantara pohon ini, kami pun melewati pohon ini dan kami disambut kampung yang gelap gulita dan tidak ada manusia sedikitpun. Aneh kan? Saya hanya banyak istigfar dan memasrahkan diri kepada Allah SWT. Sampai akhirnya yang saya ingat pada suasana Magrib saat itu setelah kembali kejalan sebelumnya, dari dalam mobil saya lihat Pak Isur berhenti dan bertemu dengan seorang Bapak yang mengenakan kopiah dan sajadah di leher bertanya "Mau Kemana?", "Mau mencari jalan raya menuju Banjar Pak" jawab Pak Isur. Dan Bapak tersebut menjawab dengan tenang sambil menunjuk arah jalan "Ooooo, ikuti saja jalan ini, diujung sana nanti akan bertemu jalan menuju Banjar". Dan benar adanya, kami tidak mengalami halangan dan kebingungan seperti kejadian dua jam terakhir. Alhamdulillah, diberi jalan yang mudah dan kembali ke Banjar dengan selamat. Tapi saya masih punya rencana untuk balik ke Danau Panggang, karena masih penasaran dengan Kerbau Rawa. Tips
salam traveller! ** All photos and content are taken and written by Linda Umar and are property of Indonesia in Diversity unless otherwise specified. Please respect web etiquette and properly credit any photos or content you would like to use, or better yet, contact me first.
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorI'm in love with Indonesian cultures and traditions. This blog is to inspires you to travel throughout Indonesia and help you understand Indonesia better. Archives
September 2014
Categories
All
I'm here!https://www.instagram.com/lindashoot/
|