Ada kejadian gila hari ini sepulang dari kerja. Saya tengah melakukan cooling down setelah fitness tiba-tiba hp berbunyi, ketika saya baru bilang “halo” suara diseberang sana sudah langsung bertanya “lo dimana?", saya jawab dengan datar "di oakwood lagi fitness", "Ya udah siap-siap, lo gue jemput sekarang!” saya belum sempat bertanya banyak hal tapi sambungan sudah dimatikan. Alhasil, tanpa banyak berpikir saya langsung mandi, membereskan peralatan dan tidak lama hp sudah berbunyi kembali meminta saya segera turun. Ya, adalah teman saya bernama Mario Nirang dengan mobil landrover nya menunggu dengan gagah yang punya hobi agak lain dari orang kebanyakan. Suka melakukan kegiatan yang tidak direncanakan, karena semua yang direncanakan biasanya baru bisa direalisasikan satu tahun kemudian atau tidak sama sekali. Dan malam ini, saya akan diculik ke Ujung Kulon dengan baju seadanya karena tidak diberi kesempatan untuk pulang, kata teman saya kalau berangkat lebih malam lagi bisa-bisa agenda molor. Dan dimulailan perjalanan malam itu dengan belanja barang-barang kebutuhan seperti 6 tabung gas, 1 box indomie, gula, kopi, teh serta bumbu-bumbu untuk memasak. Para petualang terdiri dari Mario, Om Djoni, saya, Chia dan Iis memulai perjalanan dengan membaca bismillah. Packing sudah dilakukan sedemikian rupa, supaya kami bisa duduk dan tidur dengan nyenyak sementara Mario dan Om Djoni duduk didepan menyetir mobil bergantian. Tapi kalau ada yang ketahuan ketiduran, Mario dengan sengaja “ngerem” mendadak atau sengaja melewati lubang supaya kami kebangun hehe... tapi pada dasarnya memang jalan menuju Ujung Kulon mengalami rusak parah, baik disengaja maupun tidak banyak sekali lubang-lubang besar yang kami lewati yang membuat pantat sakit setiap kali melewatinya, jadi bisa dipastikan kami hanya bisa memejamkan mata beberapa saat sepanjang perjalanan sampai akhirnya jam 5.30 esok paginya kami sampai di Pandeglang dan berhenti untuk menyaksikan kemunculan matahari pagi. Pandeglang sunrise Setelah puas menyaksikan matahari pagi, kami mampir disebuah mesjid, dan Om Djoni melakukan sholat subuh sementara kami meluruskan badan sambil update status twitter sama facebook “selamat pagi dari Pandeglang”. Selesai istirahat dan sholat, kami melanjutkan perjalanan menuju Tamanjaya, sesampainya di Tamanjaya kami mampir terlebih dahulu ke rumah salah satu “tetua” untuk menjenguk beliau, setelah “ngobrol” cukup panjang dan mendapat arahan dari beliau mengenai rencana perjalanan kami. Kami berpamitan untuk kemudian menuju ke kantor WWF untuk mencari beberapa informasi tambahan, namun petugasnya sedang bertugas diluar. Kami memutuskan untuk mencari penginapan, dan akhirnya ada rumah penduduk yang kosong yang biasa menyewakan rumah mereka sebagai homestay. Hari pertama ini kami berencana mau menyeberang ke Pulau Peuchang, kami membawa perlengkapan yang diperlukan, sisanya ditinggal di homestay. Menuju Pulau Peuchang Kami berhasil mendapatkan kapal nelayan yang mau mengantar kami hari itu. Setelah bernegosiasi dan juga menyebut-nyebut nama yang mereferensikan pemilik kapal akhirnya kami mendapatkan harga yang lumayan. Perjalanan hari itu dimulai dengan memindahkan semua kebutuhan logistik ke kapal, hari sangat cerah namun kapal memilih jalur pinggir karena ombak lamayan tinggi untuk melakukan pengarungan. Perjalanan dimulai dengan memasak ikan yang telah kami pesan kepada pemilik kapal. Setelah tiga jam perjalanan akhirnya dari kejauhan saya melihat dermaga, Pulau Peuchang! Semua serba sempurna, cuaca mendukung, air laut biru dikelilingi pasir pantai putih nan lembut. Begitu merapat ke dermaga, kami menurunkan barang-barang dan berisitrahat sebentar sambil melihat-lihat kedalam area penginapan yang tersedia disini, serta pusat informasi apabila ingin melakukan trekking ke Karang Copong atau menyeberang ke pulau sekitarnya. Hari ini kami hanya bermain air di pantai Peuchang, Mario mengingatkan saya dan teman-teman untuk tidak berenang jauh-jauh ketengah karena arusnya kencang. Saya tidak menyangka bahwa ada surga yang untuk mencapainya tidak memerlukan naik pesawat. Mungkin karena area ini juga dilindungi, atau memang untuk mencapai pulau ini diperlukan usaha yang cukup gigih mengingat perjalannya juga tidak mudah. Saya antara bersyukur dengan kondisi jalan yang tidak terlalu bagus, sehingga dengan semakin sedikit orang yang datang maka semakin terjaga kondisi alamnya. Entahlah, bagaimanapun manusia mempunya kontribusi paling besar dalam perusakan alam, hal ini bukan tidak beralasan, saya sering menyaksikan para wisatawan yang membuang plastik bungkus sisa makanan sembarangan, atau berenang cantik di laut tapi kaki kataknya mengenai terumbu karang yang kemudian patah dan rusak. Mungkin ide bagus juga bikin campaign “be a responsible traveler”. Menyeberang ke Pulau Cidaon Setelah puas bermain air dan berphoto-photo di pulau Peuchang, sore ini kami menyeberang ke Cidaon untuk melihat Banteng. Syukur-syukur ketemu Badak Jawa, tapi serem juga ya siang-siang ketemu Badak. Bisa-bisa diseruduk karena panik. Penyeberangan memakan waktu +15 menit. Sesampainya di Cidaon, kami berjalan kaki sebentar dan tidak lama didepan kami terdapat hamparan padang luas yang hijau dan terdapat sebuah pos empat tingkat disana. Sinar matahari sore keemasan menyinari padang luas dan hutan yang mengelilinginya, Mario menyiapkan kamera dan kamipun duduk menunggu kemunculan Banteng dengan sabar. Tidak lama kemudian, satu persatu bateng bermunculan mulai dari yang besar sampai yang kecil. Diantara para banteng terdapat juga Rusa dan Burung Merak, kami semua menyaksikan dengan diam agar mereka tidak terganggu dengan kegiatan mereka sore itu. Walaupun jumlah mereka yang muncul tidak banyak, tapi sungguh pemandangan yang mengagumkan, dan saya bersyukur bisa menyaksikan ini semua. Matahari sudah mulai redup, para Banteng telah kembali kedalam hutan, kamipun kembali ke kapal. Sore itu kami mengabadikan sunset yang sangat indah dari atas kapal, dan kami kembali ke Tamanjaya. Tidak lama setelah matahari turun ke peraduan, kami yang tadinya duduk-duduk di geladak kapal mendadak masuk ke badan kapal karena gelombang tiba-tiba naik. Kapal kami berjuang dengan sekuat tenaga menerjang badai yang melambungkan dan menghempas kami ke laut. Kami semua hanya bisa diam, dan saya kagum dengan signal indosat masih kencang ditengah selat sunda ini, saya membaca di twitter bahwa ada peringatan dari BMKG untuk tidak melewati selat sunda karena gelombang tinggi, dengan sisa baterai hp yang masih ada, tweet saya jam 9 malam ditengah selat sunda isinya adalah “Terombang ambing dengan ombak besar kembali dari pulau Peuchang... Angin laut selatan luar biasa dan ombak guedeeee... Hope we can make it.”Perjalanan malam itu melewati bagan-bagan yang dibangun oleh nelayan yang memiliki cahaya cukup terang untuk menjadi panduan kapten kapal. Alhamdulillah! Akhirnya sampai di Tamanjaya dengan selamat, setelah menyelesaikan semua kewajiban dengan pemilik kapal, kami kembali ke homestay dan berisitrahat. Tamanjaya Sight Seeing Pagi ini kami bangun agak siang, setelah mandi dan sarapan di hari kedua kami berjalan-jalan mengelilingi Tamanjaya dengan menggunakan mobil, hari ini nasib kami kurang bagus karena mobil kami mogok di ujung pulau jawa! Om Djoni dan Mario dengan keahliannya meng-utak-atik landrover, akhirnya mobil bisa hidup kembali. Hari itu kami memutuskan kembali ke homestay untuk memarkir mobil dan melakukan trekking ke Karangranjang. Karangranjang Trekking Dengan membawa perlengkapan secukupnya, kamipun berjalan kaki menuju Karangranjang. Perjalanan selama +2 jam ini melewati hutan dengan pohon-pohon raksasa dan juga hutan mangrove. Sepanjang perjalanan, banyak bangkai pohon besar yang tumbang karena usia, dengan kata lain bukan karena perbuatan manusia. Kami berjalan dengan santai, dan tidak melupakan mengabadikan keindahan hutan. Mendekati Karangranjang dari kejauhan kami mendengar hempasan ombak, begitu menginjakkan kaki di kantor pos penjaga Departemen Kehutanan kami beristirahat, ada papan kecil yang ditempelkan di salah satu pohon didepan pos jaga dengan tulisan “Keindahan alam tergantung pada manusia”. Tulisan yang bagus, dan saya setuju 1000 persen dengan tulisan tersebut. Kami melanjutkan berkegiatan di pantai yang hari itu hanya milik kami saja, karena tidak ada siapa-siapa disana. Tidak banyak yang bisa dilihat di pantai ini, hanya hamparan laut luas dengan hempasan ombak yang cukup besar, tapi tempat yang pas untuk melepaskan lelah setelah melakukan perjalanan trekking yang panjang. Setelah puas menikmati hari di Karangranjang, kami kembali ke Tamanjaya melewati jalur yang sama, yang menarik menurut saya adalah perjalanannya dan bagi pencinta trekking saya merekomendasikan area ini untuk melakukan kegiatan tersebut. Harapan saya semoga keindahan dan keaslian dari Taman Nasional Ujung Kulon ini terjaga sampai kapanpun dan dapat dinikmati oleh anak cucu kita nantinya. Tips
Yang terakhir jangan lupa, be a responsible traveler!
1 Comment
|
AuthorI'm in love with Indonesian cultures and traditions. This blog is to inspires you to travel throughout Indonesia and help you understand Indonesia better. Archives
September 2014
Categories
All
I'm here!https://www.instagram.com/lindashoot/
|